Kerusakan hutan ancam perekonomian nasional. Indonesia memiliki laju angka kerusakan hutan yang sangat tinggi setiap tahunnya, mencapai 1,08 juta hektar per tahun. Pengrusakan hutan yang tidak dapat dikendalikan sangat mengancam kelangsungan perekonomian Indonesia.
MEMOTRET KONDISI HUTAN INDONESIA
Luas hutan di Indonesia menyusut setiap tahun. Kementrian Kehutanan mencatat kerusakan hutan hingga 2009 mencapai lebih dari 1,08 juta hektar per tahun. Menurun dari data kerusakan hutan tahun sebelumnya yang mencapai lebih dari 2 juta hektar pertahun.
Laju kerusakan hutan menimbulkan dampak yang luas terhadap perekonomian. Seperti yang dilaporkan Wartawan BBC Sri Lestari di Kalimantan Barat, kerusakan hutan terjadi akibat ekspansi perkebunan kelapa sawit. Dari atas udara lebatnya hutan di Kalimantan Barat memang masih bisa kita lihat, tetapi diantara hutan tropis yang lebat itu, kita juga bisa melihat lokasi seperti tanah lapang yang hanya ditumbuhi rerumputan tanpa pohon besar.
Data Kementrian Kehutanan menyebut, selain Sumatera, hutan Kalimantan memiliki laju kerusakan yang besar, dari total kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia sebesar 1,08 juta hektar per tahun menurut. Kerusakan hutan ini diakui Menteri Kehutanan Zulkifli Hassan menyebabkan kondisi hutan Indonesia kritis. ''Memang saya kategorikan hutan Indonesia dalam keadaan kritis, karena puluhan tahun menjadi andalan untuk pendapatan bagi negara. Dari 130 juta hanya 43 juta yang masuk dalam kategori hutan perawan. Hutan produksi yang dulu dikelola oleh HPH kini juga tersisa lebih kurang 48 juta dalam keadaan yang juga kritis, kemudian 40 juta kawasan hutan lainnya menghilang'', kata Zulkifli.
Meski demikian data terakhir Kementrian Kehutanan mengklaim angka pengrusakan hutan menunjukkan indikasi menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tetapi lembaga pemerhati lingkungan Greennomics menyebutkan tak ada data yang pasti soal kerusakan hutan di Indonesia. Seperti dikatakan Direktur Greennomics Elfian Effendi. ''Kita sulit mengetahui berapa sebetulnya angka deforestrasi di Indonesia, karena data terakhir berdasarkan citra satelit tahun 2005 atau sudah kadaluarsa, jadi bagaimana mungkin pengrusakan hutan menurun''.
Kalimantan merupakan salah satu daerah yang memiliki hutan alam terbesar. Pada tahun 2007, dalam buku laporan State of the World's Forests, FAO (Food and Agricultural Organization) menempatkan Indonesia di urutan ke-8 dari sepuluh negara dengan luas hutan alam terbesar di dunia. Tetapi laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai 1,87 juta hektar dalam kurun waktu 2000 - 2005, mengakibatkan Indonesia menempati peringkat ke-2 dari sepuluh negara, dengan laju kerusakan tertinggi dunia.
Dampak ekonomi
Zulkifli mengatakan puncak kerusakan hutan itu mulai terjadi sekitar tahun 1999-2002, disebabkan oleh pembalakan liar, kebakaran hutan dan juga pemekaran wilayah. ''Pertama tentu karena perambahan kawasan hutan tanpa izin menjadi kebun kelapa sawit, menjadi pertanian dan pertambangan gelap, yang kedua karena penebangan liar, ketiga akibat kebakaran hutan terkait dengan budaya lokal. Tiga hal inilah yang mempercepat kerusakan hutan kita''.
Zulkifli menambahkan pemekaran wilayah di Kalimantan juga memperparah kerusakan hutan. Kementerian Kehutanan menyebut saat ini terdapat 500 kabupaten di Kalimantan dari sebelumnya 200 dan pemekaran wilayah ini mengambil kawasan hutan.
Sementara itu Aliansi Masyarakat Adat Nusantara AMAN Kalimantan Barat lebih menyoroti masalah ekspansi perkebunan kelapa sawit sebagai penyebab utama kerusakan hutan. ''Memberikan peluang besar kepada investasi kelapa sawit mulai dari pusat ke tingkat provinsi hingga kabupaten. Celakanya pembangunan ini tanpa kontrol, banyak pembangunan kebun kelapa sawit yang mengabaikan analisis dampak lingkungan atau Amdal, sementara itu sebenarnya adalah prasyarat. Ini menjadi dukungan terhadap kerusakan hutan'', kata Surjani Aloy dari AMAN Kalbar.
Alloy mengatakan kerusakan hutan terutama di Kalimantan Barat mengikis budaya dan perekonomian masyarakat dayak yang selama ini mengandalkan hidup dari pohon di hutan Borneo.
Secara global kerusakan hutan juga memberikan dampak ekonomi. Sebuah studi di World Resource Institute memperlihatkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia turun hingga 40- 60%, kalau dihitung berdasarkan kerugian uang yang timbul dari sektor lingkungan. Direktur Greennomics Elfian Effendi menjelaskan sektor ekonomi yang harus mendapatkan dukungan ekologi hutan, dia mengambil contoh di Pulau Jawa. ''Output ini tidak bisa dicapai kalu tidak mendapat dukungan ekologi hutan, tidak ada dukungan dari daerah aliran sungai yang baik, jadi bisa kita lihat, jumlahnya itu yang disupport output ekonomi pulau Jawa dari sektor petanian, industri pengolahan, listrik dan air bersih itu 963,71 triliun pertahun''.
Sementara itu di Sumatera dan Kalimantan dengan luas 100 juta hektar laju kerusakan hutan di dua pulau setara dengan dua kali lipat pulau Jawa atau mencapai 30 juta hektar. Padahal kontribusi ekologi hutan terhadap sejumlah sektor ekonomi cukup besar di dua pulau ini. ''Kita lihat dari sektor yang secara langsung dari kontribusi berpengaruh langsung dari kontribusi ekologi hutan yaitu pertanian, pengolahan listrik dan air besrih. Nilai outputnya mencapai RP 386,06 triliun pertahun, ini untuk Sumatera saja, kalau Kalimantan itu hanya Rp 78,46 triliun pertahun''.
Eksploitasi hutan
Organisasi pemerhati lingkungan Greenpeace menyebutkan selama 30 tahun, pola pembangunan Indonesia selama ini yaitu eksploitasi sektor kehutanan untuk bisnis sawit, kertas dan bubur kertas, pertambangan, dan lain-lain. Pola pembangunan seperti itu membuat meningkatnya laju deforestasi di Indonesia. Untuk mencegahnya pemerintah harus mengubah pola pembangunan dengan mempertimbangkan sisi ekologis, Seperti disampaikan oleh Joko Arif, Juru Kampanye Green Peace bidang hutan. ''Pola pembagunan di sektor kehutanan lebih ke arah suistanability atau green ekonomi. Tentu dalam jangka pendek ada opportunity cost yang harus dijalani. Pemerintah harus berjalan terus, karena peluang ini hanya muncul sekali, karena begitu hutan kita habis maka tidak ada jalan lain, maka menurut kami dalam jangka pendek tentu ada opportunity cost tetapi dalam jangka panjang, keuntungannya akan berlipat ganda karena bukan hanya mendapat keuntungan secara ekonomis tetapi juga secara ekologis'', tambah Joko Arif.
Joko Arif dari Green peace mengatakan peluang untuk mengubah pola kebijakan itu, muncul dengan penandatangan moratorium-penghentian sementara-penebangan hutan sebesar 1 miliar dolar AS di Oslo Norwegia, akhir Mei lalu. Tetapi dibutuhkan kemauan politik yang besar untuk menjalankan kesepakatan tersebut.
bbc.co.uk
Meski demikian data terakhir Kementrian Kehutanan mengklaim angka pengrusakan hutan menunjukkan indikasi menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tetapi lembaga pemerhati lingkungan Greennomics menyebutkan tak ada data yang pasti soal kerusakan hutan di Indonesia. Seperti dikatakan Direktur Greennomics Elfian Effendi. ''Kita sulit mengetahui berapa sebetulnya angka deforestrasi di Indonesia, karena data terakhir berdasarkan citra satelit tahun 2005 atau sudah kadaluarsa, jadi bagaimana mungkin pengrusakan hutan menurun''.
Kalimantan merupakan salah satu daerah yang memiliki hutan alam terbesar. Pada tahun 2007, dalam buku laporan State of the World's Forests, FAO (Food and Agricultural Organization) menempatkan Indonesia di urutan ke-8 dari sepuluh negara dengan luas hutan alam terbesar di dunia. Tetapi laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai 1,87 juta hektar dalam kurun waktu 2000 - 2005, mengakibatkan Indonesia menempati peringkat ke-2 dari sepuluh negara, dengan laju kerusakan tertinggi dunia.
Dampak ekonomi
Zulkifli mengatakan puncak kerusakan hutan itu mulai terjadi sekitar tahun 1999-2002, disebabkan oleh pembalakan liar, kebakaran hutan dan juga pemekaran wilayah. ''Pertama tentu karena perambahan kawasan hutan tanpa izin menjadi kebun kelapa sawit, menjadi pertanian dan pertambangan gelap, yang kedua karena penebangan liar, ketiga akibat kebakaran hutan terkait dengan budaya lokal. Tiga hal inilah yang mempercepat kerusakan hutan kita''.
Zulkifli menambahkan pemekaran wilayah di Kalimantan juga memperparah kerusakan hutan. Kementerian Kehutanan menyebut saat ini terdapat 500 kabupaten di Kalimantan dari sebelumnya 200 dan pemekaran wilayah ini mengambil kawasan hutan.
Sementara itu Aliansi Masyarakat Adat Nusantara AMAN Kalimantan Barat lebih menyoroti masalah ekspansi perkebunan kelapa sawit sebagai penyebab utama kerusakan hutan. ''Memberikan peluang besar kepada investasi kelapa sawit mulai dari pusat ke tingkat provinsi hingga kabupaten. Celakanya pembangunan ini tanpa kontrol, banyak pembangunan kebun kelapa sawit yang mengabaikan analisis dampak lingkungan atau Amdal, sementara itu sebenarnya adalah prasyarat. Ini menjadi dukungan terhadap kerusakan hutan'', kata Surjani Aloy dari AMAN Kalbar.
Alloy mengatakan kerusakan hutan terutama di Kalimantan Barat mengikis budaya dan perekonomian masyarakat dayak yang selama ini mengandalkan hidup dari pohon di hutan Borneo.
Secara global kerusakan hutan juga memberikan dampak ekonomi. Sebuah studi di World Resource Institute memperlihatkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia turun hingga 40- 60%, kalau dihitung berdasarkan kerugian uang yang timbul dari sektor lingkungan. Direktur Greennomics Elfian Effendi menjelaskan sektor ekonomi yang harus mendapatkan dukungan ekologi hutan, dia mengambil contoh di Pulau Jawa. ''Output ini tidak bisa dicapai kalu tidak mendapat dukungan ekologi hutan, tidak ada dukungan dari daerah aliran sungai yang baik, jadi bisa kita lihat, jumlahnya itu yang disupport output ekonomi pulau Jawa dari sektor petanian, industri pengolahan, listrik dan air bersih itu 963,71 triliun pertahun''.
Sementara itu di Sumatera dan Kalimantan dengan luas 100 juta hektar laju kerusakan hutan di dua pulau setara dengan dua kali lipat pulau Jawa atau mencapai 30 juta hektar. Padahal kontribusi ekologi hutan terhadap sejumlah sektor ekonomi cukup besar di dua pulau ini. ''Kita lihat dari sektor yang secara langsung dari kontribusi berpengaruh langsung dari kontribusi ekologi hutan yaitu pertanian, pengolahan listrik dan air besrih. Nilai outputnya mencapai RP 386,06 triliun pertahun, ini untuk Sumatera saja, kalau Kalimantan itu hanya Rp 78,46 triliun pertahun''.
Eksploitasi hutan
Organisasi pemerhati lingkungan Greenpeace menyebutkan selama 30 tahun, pola pembangunan Indonesia selama ini yaitu eksploitasi sektor kehutanan untuk bisnis sawit, kertas dan bubur kertas, pertambangan, dan lain-lain. Pola pembangunan seperti itu membuat meningkatnya laju deforestasi di Indonesia. Untuk mencegahnya pemerintah harus mengubah pola pembangunan dengan mempertimbangkan sisi ekologis, Seperti disampaikan oleh Joko Arif, Juru Kampanye Green Peace bidang hutan. ''Pola pembagunan di sektor kehutanan lebih ke arah suistanability atau green ekonomi. Tentu dalam jangka pendek ada opportunity cost yang harus dijalani. Pemerintah harus berjalan terus, karena peluang ini hanya muncul sekali, karena begitu hutan kita habis maka tidak ada jalan lain, maka menurut kami dalam jangka pendek tentu ada opportunity cost tetapi dalam jangka panjang, keuntungannya akan berlipat ganda karena bukan hanya mendapat keuntungan secara ekonomis tetapi juga secara ekologis'', tambah Joko Arif.
Joko Arif dari Green peace mengatakan peluang untuk mengubah pola kebijakan itu, muncul dengan penandatangan moratorium-penghentian sementara-penebangan hutan sebesar 1 miliar dolar AS di Oslo Norwegia, akhir Mei lalu. Tetapi dibutuhkan kemauan politik yang besar untuk menjalankan kesepakatan tersebut.
bbc.co.uk
0 komentar:
Posting Komentar