Hubungan Identitas Diri Dengan Kemampuan Problem Solving Pada Remaja
Masa remaja adalah masa transisi dimana individu mengalami perubahan fisik,psikis maupun sosial, remaja menemukan kesulitan dalam penyesuaian diri dan sosial yang disebabkan karena lingkungan menganggap remaja bukan anak-anak dan belum saatnya di anggap dewasa (Hurlock, 1994). Masa remaja juga sering disebut sebagai usia bermasalah hal ini disebabkan karena; Pertama, sepanjang masa kanak-kanak masalah anak-anak sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, karena remaja merasa diri mandiri sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri dan menolak bantuan dari orang lain. Ketidakmampuan remaja untuk mengatasi masalahnya menurut cara yang mereka yakini, menyebabkan banyaknya remaja yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari (Hurlock,1994). Karena itu diperlukannya kemampuan remaja dalam mengatasi pemecahan masalah atau sering disebut dengan problem solving.
Proses problem solving pada remaja biasanya didefinisikan sebagai suatu usaha yang cukup keras yang melibatkan suatu tujuan dan hambatan-hambatannya. Seseorang yang menghadapi satu tujuan akan menghadapi persoalan dan dengan demikian dia menjadi terangsang untuk mencapai tujuan itu dan mengusahakan sedemikian rupa sehingga persoalan itu dapat diatasi. Remaja yang melakukan problem solving yang baik adalah remaja yang dapat memecahkan suatu permasalahan secara efektif dan efiesien. Problem solving dikatakan efektif bila sesuai dengan tujuan yang dikehendaki, sedangkan dikatakan efisien bila menggunakan proses berpikir yang tepat dan rasional sesuai dengan masalah yang dihadapi (Davidoff, 1988)
Kemampuan problem solving pada remaja memiliki hubungan yang erat dengan identitas diri, karena remaja yang mengalami kesulitan dalam menghadapi masalah menurut Rumke (dalam Sabri, 1993) bersumber dari tiga masalah, yaitu : masalah individuasi, masalah regulasi dan masalah integrasi. Kesulitan remaja dalam mengatasi masalah individuasi yaitu kesulitan dalam mewujudkan dirinya sebagai seorang yang dewasa disebabkan karena sikapnya yang ambivalensi. Kesulitan dalam masa regulasi disebabkan karena ketidakmampuan para remaja dalam menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang sangat pesat di bidang fisik dan seksualnya. Kesulitan integrasi disebabkan oleh kesulitan remaja dalam menyesuaikan dan mengintegrasikan norma-norma/nilai-nilai sikap dan perilakunya dengan norma/nilai-nilai standar yang berlaku di lingkungan masyarakatnya, karena masa ini para remaja sedang menentukan/mencari identitas dirinya. Kalau masa-masa sebelumnya penyesuaian diri dengan standar kelompok adalah jauh lebih penting bagi anak-anak dari pada individualitas, dan anak merasa puas apabila dirinya telah menjadi sama dengan teman-temannya dalam segala hal, pada masa remaja ini yang didambakannya atau yang paling penting adalah mencari dan menemukan identitas dirinya sendiri (Sabri, 1993)
Identitas diri yang dicari oleh si remaja menurut Erikson (dalam Sabri, 1993) adalah mengenai siapa dirinya, apa peranannya dalam masyarakat. Apakah ia seorang anak atau seorang yang sudah dewasa? Apakah ia akan berhasil atau gagal? Jawaban-jawaban yang meyakinkan atas pertanyaan-pertanyaan itulah yang dicari oleh remaja.
Remaja yang dalam proses mencari identitas adalah orang yang ingin menentukan siapa dan bagaimana dia pada saat ini dan siapa atau apakah yang dia inginkan di masa mendatang dan terkadang terjadi pergumulan keras untuk merebut identitasnya sendiri yaitu mengikuti norma-norma yang berlaku dan aturan-aturan yang ada dalam masyarakat atau sesuai dengan dirinya agar remaja mendapat tempatnya sendiri yang dapat diakui oleh masyarakat (Erikson dalam Hurlock,1994). Marcia (dalam Santrock 2003) menyebutkan bahwa ada empat status identitas diri yaitu identity diffusion, identity moratorium, identity foreclosure, identity achievement.
Menurut (Marcia dalam Santrock 2003) remaja yang berada pada status identity diffusion mereka belum membuat sebuah komitmen dan belum pernah mengalami krisis (individu pada status ini tidak mengalami konflik karena mereka belum pernah mengeksplorasi adanya alternatif-alternatif yang berarti, sehingga mampu menyelesaikan masalah-masalah yang mereka hadapi). Jadi individu dalam status ini sama sekali belum menemukan identitas dirinya (belum memikirkan). Status identity foreclosure adalah mereka yang sudah membuat komitmen yang kuat tetapi tidak mengalami krisis, sehingga hal ini dapat mendukung dalam kemampuan menyelesaikan masalah-masalah yang mereka hadapi karena individu sendiri tidak mengalami konflik. Individu pada status ini telah memiliki komitmen ideologi, pekerjaan dan pandangan hidup yang didapat dari mengidentifikasi orang tuanya. Status identity moratorium adalah status untuk remaja yang berada dalam krisis, namun tidak memiliki komitmen sama sekali atau memiliki komitmen yang tidak terlalu jelas sehingga remaja yang berada dalam status ini seringkali tampak mandiri, aktif, kompetitif, suka membantah, menolak ketergantungan, self esteemnya kuat dan juga kurang konsisten dalam menentukan sesuatu sehingga mereka tidak mampu menyelesaikan masalah-masalahnya sendiri dan sering terjebak dalam permasalahan tersebut. Jika ini terus berlangsung dapat membuat mereka tidak mampu melewati masa-masa krisis tersebut (Fuhrmann, 1990). Status identity achievement adalah status untuk remaja yang sudah melewati masa krisis dan sudah memiliki komitmen dalam hidupnya, individu dalam status ini mampu menyelesaikan masalah-masalah yang mereka hadapi karena mampu melewati masa-masa krisis identitas yang sangat penting bagi perkembangan remaja. Hasil penelitian Waterman (1982) menunjukan bahwa pada fase remaja awal individu mulai memikirkan identitas dirinya, dan pada umumnya berada pada status identity diffusion dan identity foreclosure.
Berdasarkan uraian tersebut maka remaja yang sudah mencapai identitas diri dan sudah mampu melewati masa-masa krisis identitas seharusnya mereka sudah cukup matang dalam menghadapi dan menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi sehingga bisa melewati tugas-tugas perkembangannya dan siap memasuki tugas-tugas perkembangan berikutnya. Sebaliknya jika remaja tidak mampu mencapai identitas diri, mengalami krisis identitas yang menyebabkan remaja tidak memiliki kemampuan problem solving maka ia akan mengalami hambatan dalam memasuki tugas-tugas perkembangan berikutnya.
0 komentar:
Posting Komentar